Kontribusi untuk kemajuan bangsa

Kontribusi untuk kemajuan bangsa

Menantang Diri Hidup di Kawasan Padat Penduduk Tanah Rantau (Studi Kasus : Kawasan Muncul, Tangsel)

Sudah lebih dari satu tahun saya menjalani kehidupan di Tanah Rantau meninggalkan kampung halaman di Jawa Tengah. Sekilas, pandangan saya tentang kehidupan sosial kemasyarakatan masyarakat di Kota Tangerang Selatan dapat dibilang cukup unik.

Sebagian besar masyarakat disini adalah perantau yang mengadu nasib di Ibukota, namun terpinggirkan karena lahan pemukiman di Jakarta yang begitu padat.

Pemukiman penduduk di Kota Tangerang Selatan saat ini (Awal tahun 2019) bisa dikatakan terbagi menjadi dua kawasan besar yang saling bertolak belakang.

Kota Tangerang Selatan bagian utara merupakan kawasan elit dengan kluster perumahan mewah, sedangkan wilayah selatan lebih didominasi oleh kawasan padat penduduk.

Pengamatan saya selama satu tahun ini lebih dipusatkan di wilayah bagian selatan yang padat penduduk. Demi menguatkan sense saya terhadap lingkungan sekitar, saya memberanikan diri untuk tinggal (menyewa rumah petak) di kawasan perkampungan padat penduduk.

Langkah ini saya lakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran bagi saya terkait perilaku masyarakat dan hubungan pandangan mereka terhadap dunia luar.

Ramah namun individualis, dua kutub perilaku yang semestinya tidak dapat berjalan seirama. Penduduk disini cukup ramah, sewaktu saya melempar senyum selalu dibalas dengan senyum. Kemudian beberapa warga yang lebih tua lebih suka berbasa-basi kepada saya untuk sekedar ngobrol dengan topik bahasan yang ringan.

Namun, ketika sedang ada agenda yang menurut saya dapat melibatkan gotong royong warga (pemasangan tenda, kerja bakti, acara khitanan, acara kawinan dll), saya melihat tidak ada gotong royong yang terjadi sama sekali disini.

Mereka lebih suka menggunakan jasa pihak ketiga meskipun dilaksanakan di dalam pemukiman (tidak sewa gedung), dan mereka menganggap hal itu wajar. Beberapa responden yang saya tanya memiliki jawaban yang sama 'tidak mau merepotkan orang lain'.

Anak-anak Kecanduan Gadget, usianya mungkin masih dibawah sepuluh tahun. Hampir setiap hari selepas maghrib, saya melihat anak-anak berkumpul di pos ronda untuk bermain gadget. Terkadang juga diselingi umpatan yang keluar dari mulut mereka seolah-olah mereka terbiasa akan hal itu.

Para orang tua (yang kebanyakan masih muda) pastinya mendengar umpatan dari anak-anak, karena mereka berkumpul dengan warga-warga lain di dekat pos ronda. Hanya saja, mereka menganggap hal itu sebagai sesuatu yang wajar.

Pengangguran bukan hal yang tabu, umurnya mungkin sudah menginjak kepala tiga. Saya menyimpulkan bukan karena menemui satu atau dua orang saja, melainkan berdasarkan pengamatan terhadap sebagaian besar remaja disini. Menurut pendapat mereka, toh hidup saya masih bisa disokong oleh orang tua.

Hal lain yang memperkuat banyaknya pengangguran mungkin karena iklim sosial disini menganggap pengangguran bukan sesuatu hal yang tabu. Berbeda dengan keadaan di Jawa bahwa seorang laki-laki pengangguran merupakan aib.

Perilaku Konsumtif, pasangan muda yang rumahnya kontrak di rumah petak tapi banyak yang memiliki moge (motor gede), bahkan ada yang memiliki mobil dan gadget keluaran terbaru. Sebenarnya apa yang mereka pikirkan? Apabila melihat dari budaya, sepertinya tidak ada budaya pamer atau pencarian pengakuan dari masyarakat untuk dibilang (Wah !)

Berdasarkan pengamatan saya diatas, beberapa hal yang saya bold tentu bukan sesuatu yang menurut saya baik. Lingkungan memang merupakan faktor yang memberikan andil besar untuk membentuk perilaku sosial seorang individu.

Tak ayal, beberapa keluarga berani merogoh kocek dalam-dalam untuk dapat  tinggal di kawasan dengan lingkungan sosial yang baik. Meskipun seorang anak diberikan pondasi agama dan pondasi madrasah keluarga yang kuat, keberadaan lingkungan yang tidak begitu baik tetap saja dapat mempengaruhi pola tumbuh kembang anak.

Title : Menantang Diri Hidup di Kawasan Padat Penduduk Tanah Rantau (Studi Kasus : Kawasan Muncul, Tangsel)
Description : Sudah lebih dari satu tahun saya menjalani kehidupan di Tanah Rantau meninggalkan kampung halaman di Jawa Tengah. Sekilas, pandangan saya t...

0 Response to "Menantang Diri Hidup di Kawasan Padat Penduduk Tanah Rantau (Studi Kasus : Kawasan Muncul, Tangsel)"

Posting Komentar